Istilah | Keterangan |
---|---|
Bersih Desa | Salah satu tradisi selamatan yang dilakukan oleh petani pada waktu setelah selesai mengerjakan sawah atau setelah seluruh panenan selesai dipanen. Selamatan ini diselenggarakan secara massal oleh seluruh masyarakat desa. Dalam selamatan disediakan begrbagai jenis makanan yang bahannya bersaral dari semua hasil panenan. Selamatan ini biasanya dilaksanakan di rumah kepala dusun atau di rumah kepala desa atau di balai desa. Upacara selamatan ini disebut juga gumbrengan. Istilah lain yang sama arti dan fungsinya dengan upacara bersih desa ini adalah sedekah bumi dan majemuk untuk masyarakat petani sawah. Sedangkan pada masyarakat nelayan disebut sedekah laut. Inti upacara bersih desa adalah ucapan syukur dan terima kasih kepada Tuhan atas rejeki atau panen yang telah diterima selama ini. |
Wiwit | Upacara khusus untuk memulai acara panenan padi. Panen merupakan rahmat yang paling berharga bagi petani dari pemberi rejeki (bahwa padi melimpah karena pemberian Dewi Sri). Maka acara panenan harus dimulai dengan upacara khusus yang pada dasarnya berisi pernyataan penghormatan terhadap sumber kehidupan. Maksud dari upacara ini adalah mengundang Dewi Sri untuk memohon ijin dan perlindungannya serta keselamatan dalam memetik hasil panen. Disamping itu juga, merupakan suatu pengharapan atau permohonan agar Dewi Sri berkenan untuk tetap menjaga kelestarian padi |
Tanggap Warsa | upacara yang terdapat dalam bulan Sura yaitu bulan pertama dalam Tahun Jawa. Inti upacara tanggap warsa ini adalah penyambutan datangnya tahun baru. Di dalam menyelenggarakan tanggap warsa ini biasanya disertai dengan pementasan wayang kulit dengan lakon-lakon yang mengandung cerita-cerita tentang kelahiran dan perkawinan |
Pencucian Pusaka | Pelaksanaan pencucian pusaka di lingkungan kraton dikenal dengan istilah siraman pusaka (lihat siraman pusaka). Di dalam rumah tangga, tiap-tiap keluarga di luar lingkungan kraton orang juga menyelenggarakan pencucian pusaka yang merupakan warisan nenek moyang mereka masing-masing. |
Suran | Acara selamatan dalam masyarakat Jawa untuk memperingati meninggalnya Baginda Kasan-Kusen (Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad). Selamatan ini diselenggarakan oleh masing-masing keluarga pada masyarakat Jawa diantara tanggal 1-10 Sura |
Saparan | Salah satu upacara yang diselenggarakan pada bulan Sapar tahun Jawa. Sapar adalah nama salah satu bulan (kalender) Jawa yang merupakan ucapan bahasa Jawa untuk kata bahasa Arab bulan Safar. Saparan merupakan selamatan dalam bulan Sapar. Upacara selamatan Saparan yang sangat terkenal ialah Saparan yang diselenggarakan di kelurahan Ambar Ketawang, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, sebelah barat kota Yogyakarta. Upacara Saparan merupakan peninggalan dari penyelenggaraan upacara korban manusia, namun sekarang korban manusia yang disembelih sudah digantikan dengan tiruan manusia atau disebut juga bekakak (lihat bekakak). Dalam upacara Saparan ini juga ada pembagian apem. |
Muludan | Upacara yang diselenggarakan pada bulan Maulud. Upacara ini dipusatkan di kraton artinya masyarakat umum tidak menyelenggarakan upacara khusus melainkan kratonlah yang menyelenggarakan upacara Muludan. Sehingga upacara Muludan ini disebut juga Hajat Dalem (Hajat Sultan). Dalam bulan Maulud ini orang tidak menyelenggarakan hajat (mantu, sunatan, dan lain-lain) karena dipercaya akan mendatangkan hal yang tidak baik. Namun kalau memang terpaksa harus meyelenggarakan hajat pada bulan ini, maka ia harus mengatakan ndherek hajat dalem (mengikuti atau menumpang Hajat Sultan) |
Ngirim | Disebut juga ziarah kubur. Dalam tradisi, kata ziarah kubur diartikan menabur bunga di makam pada saat berziarah di makam para leluhur sehingga disebut juga dengan nyekar (dari kata sekar yang berarti bunga). Jenis bunga yang biasa digunakan untuk ngirim adalah bunga telasih, kenanga, mawar, melati dan kanthil. Namun jenis bunga yang diutamakan adalah bunga telasih dan kanthil. |
Nyadran | Di desa-desa biasanya masyarakat menyelenggarakan upacara sadranan pada bulan Ruwah di tempat-tempat tertentui yang dianggap menjadi tempat tinggal makhluk halus. Mereka memulainya dengan membersihkan tempat-tempat tersebut lebih dahulu, kemudian memberi sesaji sajian (caos dhahar atau sajen). Ditujukan kepada dewa-dewi, roh-roh nenek moyang, dhanyang sing mbaurekso (makhluk halus penunggu), dan makhluk halus lainnya. Sesuai dengan arti istilah, caos dhahar (memberikan makanan), maka sajen-sajen yang disajikan tersebut berupa makanan-makanan dan benda-benda yang dianggap merupakan kegemaran makhluk-makhluk halus tersebut. Biasanya sesaji ini berupa nasi gurih, rokok, kinang, wedang kopi, dan lain-lain. |
Punggahan | Upacara ini diselenggarakan pada akhir bulan Ruwah. Dalam upacara ini juga dilakukan ngirim kepada arwah leluhur, tetapi tidak dilakukan di makam-makam lainnya, di rumah masing-masing penduduk. Sesajian yang dibuat, diletakkan di atap rumah untuk semua arwah yang telah meninggal, baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal |
Padusan | Upacara padusan ini diselenggarakan pada hari terakhir di bulan Ruwah. Upacara ini wujudnya adalah mandi atau membersihkan segala sesuatu, bukan hanya membersihkan tubuh, tetapi juga alat-alat rumah tangga (tikar, tampah, lesung dan lain-lain). Serangkaian upacara padusan ini merupakan pesta air di umbul-umbul (sumber air). Semua orang baik laki-laki dan perempuan ramai-ramai mandi di tempat tersebut. Makna dari padusan ini sebenarnya adalah pensucian diri untuk mempersiapkan untuk menghadapi bulan puasa atau bulan suci Ramadhan |
Megengan | Hari pertama dalam bulan puasa. Dalam bulan puasa ini orang melaksanakan puasa dari semua hawa nafsu dari fajar hingga senja hari. Bukan hanya menahan hawa nafsu makan dan minum saja, melainkan semua hawa nafsu. Megengan bagi masyarakat yang peduli terhadap bulan suci Ramadhan biasanya mengadakan persiapan-persiapan khusus untuk menghadapi hari pertama bulan puasa dengan cara dan kebiasaan masing-masing. Biasanya mereka melakukan mandi keramas atau padusan (lihat padusan) serta menyediakan sajian khusus untuk para leluhur (punggahan). |
Selikuran | Upacara selamatan selikuran yang diselenggarakan pada tanggal 21 bulan Pasa tahun Jawa. Sajian utamanya adalah buah-buahan dan jajan pasar, termasuk pisang raja. Pada selamatan selikuran ini lampu-lampu dinyalakan di berbagai tempat, misalnya di sudut rumah, di pintu-pintu rumah, di sumur dan sebagainya. Maksudnya penyalaan lampu ini adalah untuk mengusir roh-roh jahat. |
Sungkeman | Halal bihalal setiap tanggal 1 Syawal atau pada hari Idul Fitri. Orang mengenakan pakaian yang bagus-bagus (dalam arti bersih dan suci), lalu pergi ke lapangan untuk sholat Ied dan kemudian ke makam leluhur. Setelah itu mereka melaksanakan upacara sungkeman di rumah masing-masing kepada orang tua atau orang yang lebih tua di dalam rumah tangganya. Kemudian barulah mereka saling memaafkan pada semua tetangga dan kenalan. |
Ngabekten | Istilah ngabekten berasal dari ngabekti, yang artinya sama dengan sungkem (lihat sungkeman). Upacara ini diselenggarakan di bangsal Kencono Keraton setiap tanggal 1 Syawal (Idul Fitri). Upacara ini sebenarnya merupakan tatacara adat keratom untuk melakukan acara halal bihalal dengan Sultan. Menurut tradisi, Sultan duduk di singgasana emas (dalam bahasa Jawa disebut Dampar Kencono). Namun untuk saat sekarang Sultan tidak lagi duduk di singgasana emas dan tidak mengenakan busna kebesaran |
Ruwatan | Upacara yang dilakukan untuk membebaskan atau melepaskan seseorang yang dari nasib sial karena menjadi mangsa Bethara Kala. Upacara ini disertai dengan pementasan wayang kulit dengan lakon Murwa Kal atau Manik Maya. Orang-orang sial yang menjadi mangsa Bethara Kala diantaranya : 1) ontang anting (anak tunggal Laki-laki); 2) anting benting (anak tunggal perempuan); 3) uger-uger lawang (dua anak laki-laki); 4) pandawa lima (lima anak laki-laki); 5) pandhawa ngayomi (lima anak perempuan); 6) pandhawa madhangake (lima anak, empat laki-laki dan satu perempuan); 7) pandhawa apil-apil (lima anal, empat perempuan dan satu laki-laki); 8) kembang sepasang (dua anak perempuan); 9) gedhana-gedhini (dua anak, laki-laki dan perempuan); 10) gedhini-gedhana (dua anak, perempuan dan laki-laki). |
Slup-slupan | Upacara atau selamatan yang diselenggarakan pada waktu akan menempati rumah baru. Dalam bahasa Jawa disebut nglesupi omah. Maksud dari nglesupi omah ini adalah untuk permisi atau meminta ijin pada penunggu tempat tersebut agar diperbolehkan menempati rumah baru dan mohon keselamatan keluarganya. Biasanya dalam acara selamatan ini diadakan acara kendhuren atau kendhuri atau ngepung ambeng. Yang biasa diundang hadir adalah para tetangga laki-laki. Setelah pembacaan doa, mere |